Kamis, 26 Agustus 2010
Ini dia!
22.46.00 | created by
ni'mah |
Edit Entri
BAB 1
“TASYA… CEPAT TURUN! NANTI KAKAK TINGGAL LHO!” teriak kakakku.
“Iya, kak! Sebentar…” balasku. Aku berlari ke teras rumah. “Aduh! Lupa kan!” kataku. Aku berlari lagi ke kamar dan mengambil setumpuk komik dan memasukkannya ke tas lalu berlari lagi ke teras.
Haaaah… Haaaah… Haaaah…
Nafasku tersengal-sengal dan tanpa sadar aku menabrak kucing persiaku dan…
GUBRAK! MEOOOOONG!!!
“Aduduh! Maaf Sachi… Maaaaaaaf… Nanti kamu ku kasih bonus makanan deh… Dadah sachi…” kataku sambil berlari.
“Kamu lama banget sih! Cepetan naik!” kata kakakku galak. Yah, aku maklum. Karena memang sudah jam 7 kurang 5 menit. Apalagi kakak mesti bolak-balik dari SMP ke SMA untuk mengantarku. Jadi, aku diam saja dan menuruti kakak.
BRUUUUUUUM…
Motor Vario kakakku melaju kencang. Rambut sebahuku yang lurus tertiup angin. Sejuk rasanya. Tanpa sadar, aku telah sampai di SMP YPK ku ini. Aku turun dari motor kakakku yang langsung melaju kencang ke arah SMA YPK. Perlahan aku berjalan ke sekolah. Tapi tiba-tiba, dari belakang ada yang menepuk pundakku. Saat itu juga aku langsung berbalik badan. Dan yang ada di belakangku adalah…
“RENDRA?! Kamu…”
“Ya, telat…” kata Rendra menyela kalimatku yang belum selesai.
“Ooooh…”
“Tapi aku beruntung karena telat bareng kamu, pacarku yang cantik ini!” katanya sambil merangkul pundakku.
BLUSH!
Wajahku memerah. Ya, dia memang pacarku. Kami jadian beberapa hari yang lalu. Aku senang sekali saat itu. Karena aku pun menyukai dia. Dia selalu membuatku malu dan deg-degan. Dia populer di sekolah dan dambaan setiap cewek. Aku bangga banget punya pacar kayak dia.
“HOI! BENGONG AJA!” kata seseorang sambil menonjok punggungku.
“ADUH! Siapa sih? HAH? RANDRA?! Sejak kapan…” kataku kaget.
NGIUNG… NGIUNG…
Otakku mulai memanas. Tanda bahaya, pikirku. Randra, saudara kembar Rendra yang paling aku benci telah muncul entah dari mana!
“Sejak kamu senyam-senyum kayak orang gila! DASAR NENEK TASYA!” katanya.
“Apa kamu kuda?! Bilang aku mirip orang gila! Kamu tuh mirip manusia! DASAR IBLIS!!” teriakku.
“APA?! Mentang-mentang kamu iblis, jangan cari pengikut ya! Aku sih ogah jadi pengikutmu, YANG MULIA IBLIS TASYA ALIAS NENEK SIHIR!!” balasnya.
“APAAAA?! KAMU ITU…”
Tapi, sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, tiba-tiba…
“NATASYA, RANDRA, STOP! KALIAN ITU… TAHU TIDAK JAM BERAPA SEKARANG?! KALIAN ITU HARUSNYA SUDAH BERADA DI KELAS TAHU TIDAK?!” teriak guru bp.
“Aduuuh… Guru bp lagi. Aku tidak mau dihukum berdiri di lapangan lagi.” bisikku pelan.
“Aduh… Kena semprot. Rendra mana lagi? Sial!” kata Rendra dengan suara yang lumayan keras.
Aduh, dia tidak bisa tenang sedikit atau tidak sih? Nyebelin! Tuh kan guru bp melotot lagi. Rasain! kataku dalam hati.
“RANDRA! KAMU ITU… Contoh kakak kembarmu! Padahal tadi dia bersama kalian, tapi sekarang dia sudah berada di kelas. Itu karena dia tidak ribut seperti kalian! Sekarang, cepat kalian masuk kelas! Apa kalian mau saya hukum?!”
“TI… TIDAK PAK!” kataku. Aku langsung berlari ke kelas dan menarik Randra sebelum tempramennya naik karena sebal dibanding-bandingkan dengan kakaknya.
“APA SIH?! ENGGAK USAH NARIK-NARIK KAYAK GITU DEH! AKU JUGA BISA LARI SENDIRI!“ katanya menyebalkan.
Aku otomatis melepaskan tanganku dari cowok-tak-tahu-terima-kasih itu dan berlari meninggalkannya. Apa juga? Udah ditolongin malah marah-marah! omelku dalam hati. Sambil mengomel aku berlari menyusuri lorong sekolah menuju kelasku yang entah kenapa jauh dari kelas-kelas yang lain.
“Aduh, jauh banget sih kelasku! Mana Rendra ninggalin lagi! Tega banget!” omelku.
Tapi, Tiba-tiba seseorang menarik tanganku. Aku kaget dan langsung berbalik badan. Dan aku tambah kaget melihat siapa yang menarik tanganku.
“APA KAMU PEGANG-PEGANG?!” teriakku. Kalian pasti tahu kan? Yup, Randra yang menyebalkan itu kembali setelah memarahiku. Otomatis aku marah melihat wajahnya yang keren itu, eh, bu… bukan! Maksudku, wajahnya yang menyebalkan itu!
“Sori, tadi aku marah-marah enggak jelas. Kamu tahu kan tempramenku yang suka naik kalau ada yang membandingkan aku dengan kakakku?” kata Randra dengan wajah memelas.
“Sori ya, aku enggak peduli!” kataku sambil berlari.
“Hei! Tunggu!” teriak Randra.
Sebenarnya aku sih mau-mau aja maafin Randra, tapi aku suka aja ngeliat wajah memelasnya. Lucu gitu. Hehehe… Ah! Apa sih yang aku omongin? Pokoknya Randra nyebelin! Kataku dalam hati dengan wajah yang mulai memerah.
Tanpa terasa, aku sudah sampai di depan kelas. Randra pun berhasil mengejarku. Aduh, pasti malu banget kalau datang telat. Disorakin, diketawain, belum lagi dihukum. Aha! Ini gunanya Randra! Aku suruh aja dia masuk duluan. Nanti biar aku sembunyi di belakangnya. Ide bagus Tasya! Tapi, sebelum aku berbalik, seakan tahu apa yang ingin kuminta, Randra membuka pintu kelas dan masuk. Lalu, tanpa ba-bi-bu aku mengikutinya dari belakang. Ternyata, di kelas gurunya tidak ada. Syukurlaaaaaah… Aku berjalan ke bangkuku yang terletak di depan. Tapi, kok aneh ya? Kenapa semuanya diam? Padahal biasanya kelas ribut kalau guru pergi ke luar. Dan kenapa Randra tidak duduk di bangkunya yang berada di depan juga?
Aku mulai memerhatikan Randra yang diam terpaku di depan pintu. Merasa ada yang aneh karena Randra terus melihat ke belakang, aku pun ikut melihat ke belakang.
DEG!
MATI AKU! ADA GURU DI BELAKANG! teriakku dalam hati. Ternyata ada guru fisika, Pak Husein alias Pak Botak yang paling kubenci! Ternyata dari tadi dia duduk di salah satu bangku siswa yang berada di belakang sehingga tidak kelihatan. Menyebalkan!
“RANDRA PUTRAWAN! NATASYA DWI PUTRI! LARI 20 KALI DI LAPANGAN BASKET SEKARANG JUGA!!” teriak Pak Husein.
“BA… BAIK!!” teriakku. Aku langsung berlari secepat kilat ke arah lapangan basket. Ini dia yang paling kubenci dari Pak Botak itu!! Hukumannya keterlaluan! Menyebalkan! omelku dalam hati.
“HOI! Jangan bengong terus, Natasya Dwi Putri! Nanti kamu jatuh lho!” kata Randra.
“BIARIN! Bweeeeeek!” kataku sambil menjulurkan lidah.
“Ih! Sekarang malah melet-melet! Dasar aneh!” kata Randra sambil mempercepat laju kakinya. Sekarang dia sudah berada jauh di depanku yang mulai kelelahan.
Uh! Capeeeek… Hauuuuuus… Mana uangku ketinggalan di tas lagi! Kenapa tadi aku meninggalkan tasku? Uhhhh… Pak Botak menyebalkan!! Oh iya, seperti yang telah disebutkan (atau lebih tepatnya diteriakin), namaku Natasya Dwi Putri. Umurku 14 tahun. Ultahku ya hari ini. Tanggal 12 Juli. Dan sialnya aku dihukum seperti ini. Bersama Randra lagi! Siaaaaaaaal!
GUBRAK!
“ADUUUUUUUUUUH!!!” teriakku kesakitan. Yup, seperti yang ada di pikiran kalian, aku jatuh. Sial kan? Haha… Lucu sekali. Aku dilihatin Randra lagi! Eh? Ngapain dia ke sini? Mau ngetawain? Eh? Eh? Kok tangannya merangkulku? Eh? Kok tangan satunya di bawah lututku? Kesannya kan kayak mau mengangkatku gitu. Eh? Jangan-jangan…
“Apa yang kau…”
GYUUUT!
“KYAAAAAAAAA!!” teriakku. Ternyata benar! Dia berniat menggendongku!
“Ayo ke UKS!” katanya sambil menggendongku.
“APAAN SIH?! TURUNKAN! MALU TAHU!” teriakku.
Ting Tong Ting Tong…
Sial! Sudah bel lagi! kataku dalam hati.
“RANDRA BODOH! AYO TURUNKAN!!!” teriakku kembali. Tapi, kali ini dengan wajah memerah.
“Enggak mau! Udah ah! Pede aja lagi! Aku kan cuma gendong kamu!” kata Randra enteng.
“Bukan itu masalahnya! Anak-anak udah pada keluar… Aku malu tahu! Aku mau turun seka... HMPHMP$%^#&%$*%(%&!!!!” Sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, Randra membungkam mulutku.
“Diam ya, tuan putri. Kalau berisik, nanti kamu kuturunin di tengah lapangan lho!” kata Randra sambil melepaskan tangannya dari mulutku.
BLUSH!
Wajahku memerah. Aku diam dan menurutinya. Kepalaku menunduk. Suara “cieee-cieee” yang keluar dari mulut teman-temanku sejak tadi tidak terdengar. Yang terdengar oleh telingaku hanyalah suara degupan jantungku. Tanpa sadar aku sudah sampai di UKS yang sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari lapangan basket sekolah. Randra mendudukkan aku di ranjang dan mengobati lukaku. Wajahku yang masih menunduk mulai kuangkat ke atas. Akan tetapi, saat wajahku tepat di hadapannya, aku langsung mengalihkannya ke samping.
Aduuuuh… Wajah Randra dekat sekali!! Teriakku dalam hati.
“Ran… Randra…” kataku perlahan.
“Apa, Tasya?” kata Randra.
“Biar aku obati lukaku sendiri… Kamu kembali saja ke kelas…”
“Aku tidak mau. Aku ingin menemanimu di sini… Aku khawatir padamu…” kata Randra dengan suara paling lembut yang tak pernah kudengar sebelumnya.
DEG!
Aduh! Kenapa jantungku ini? Jantung, diamlah! Ini Randra! Bukan Rendra yang kau sukai! Teriakku dalam hati.
“Nah! Sudah selesai!” kata Randra sambil mengangkat wajahnya ke atas.
DEG!
Wajahnya tepat berada di depanku yang dari tadi melihatnya. Wajahku dan wajah Randra yang saling berhadapan langsung memerah. Kami sama-sama menunduk dan diam dalam kesunyian.
Sial! Kenapa aku jadi salting begini? Jantungku tambah berdegup kencang! Oh My God! Help meeeeeee!! Eh, tapi Randra cakep juga ya kalau dilihat dari dekat. Dari jauh juga sama sih… Eh?! Apa yang kupikirkan? Tidak! Tidak! Tidaaaaaaaaaaaaaaak!! Teriakku sambil menggelengkan kepala.
“Hah? Kenapa kamu geleng-geleng gitu? Kayak orang gila aja! Kamu demam ya?” kata Randra sambil menempelkan tangannya di dahiku.
DEG!
Aduh! Kenapa DEG-nya 3 kali? Aku kan enggak suka sama dia! Eh, tapi… Tangan Randra besar dan hangat… Terasa nyaman…
BRAK!!
“TASYA!!”
“HAH?!” teriakku dan Randra kaget. Badan kami langsung menjauh. Wajahku menunduk dan terasa panas. Sangat panas.
“Tasya! Kamu tidak apa-apa?” kata Rendra yang tadi menerobos masuk.
“Uh… Iya, Rendra… Aku tidak apa-apa…” kataku pelan dengan wajah yang masih memerah. Kulirik Randra yang berada di sisi lain ranjang. Wajahnya juga memerah.
“Tasya, apa kamu bisa kembali ke kelas?” Tanya Rendra.
“…”
“Tasya?”
“Hah?! Apa?” kataku kaget. Kepalaku yang sedari tadi melirik Randra kembali ke tempatnya semula.
“Ehm… Apa kamu bisa kembali ke kelas?” ulang Rendra.
“Mmm… Sepertinya aku kembalinya saat istirahat saja. Badanku masih pegal setelah berlari. Kamu dan Randra duluan saja.” Kataku sambil tersenyum.
“Baiklah… Ayo Randra…” kata Rendra sambil menarik Randra.
“Eh? Ah, iya!”
Setelah mereka pergi, aku menjatuhkan badanku ke ranjang. Wajah merahku yang tadi bisa kukendalikan kembali. Aku meremas bantal lalu memukul-mukulnya.
“Kenapa aku seperti ini? Apa perasaan yang nyaman ini? Apakah aku menyukai Randra? Saudara kembar pacarku? Aku bingung… Oh My God, HELP ME!!” teriakku sekeras mungkin.
Bersambung…
Langganan:
Postingan (Atom)
About Me
Labels
- seni kriya (2)